Bedah Buku Islah Bahrawi, Kupas Tentang Radikalisme dan Intoleransi

PEKANBARU, detak60.com - Penanganan radikalisme di tanah air bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja. Melainkan seluruh elemen bangsa harus terlibat didalamnya.

Bukan hanya radikalisme, sikap intoleransi yang dewasa ini sering terjadi dan berkembang di beberapa daerah, juga menjadi tanggung jawab seluruh komponen yang ada untuk memeranginya.

Kedua hal tersebut dikupas bersama para mahasiswa, ormas, akademisi yang ada di Pekanbaru dalam acara Diskusi dan Bedah Buku "Intoleransi & Radikalisme" karya penulis Islah Bahrawi, di  Premiere Hotel Pekanbaru, Selasa (30/11/21).

Mengawali kegiatan, Dr.Tuti Khairani Harahap, yang ditunjuk sebagai sebagai Keynote Speaker, memberikan pandangannya tentang bagaimana para generasi muda, terkhusus mahasiswa yang menjadi garda terdepan untuk aktif memerangi radikalisme.

"Pahami bagaimana Undang-undang nomor 23 tahun 2019 tentang pertahanan negara. Jangan sampai rasa persatuan kita luntur, apalagi saat ini banyak upaya radikalisme dan intoleransi mengatasnamakan agama," kata Dr.Tuti Khairani Harahap.

Senada dengan hal tersebut, salah seorang narasumber yang hadir, Andi Sugianto,  sedikit menceritakan bagaimana pergerakan mahasiswa yang penuh dengan ideologi pada zaman dahulu di era 90'an.

"Gerakan mahasiswa dahulu itu harus di inisiasi dengan gagasan yang kritis, membangun, dan menjunjung nilai toleransi antar umat beragama, makanya mahasiswa itu kritis dan harus edukatif," kata Andi Sugianto yang kini menjabat sebagai Penasehat Ahli Kapolri.

Dalam sesi diskusi dan bedah buku, sang penulis, Islah Bahrawi memaparkan tentang Intoleransi dan radikalisme yang berkembang di Indonesia bukan hanya domain satu agama tertentu. Tetapi, ideologi yang menjadi persoalan bangsa di dunia ini merupakan domain semua kalangan.

"Intoleransi ini adalah awal dari radikalisme. Ketika orang itu sudah berkenalan dengan ajaran intoleran, maka dia akan mudahnya berkenalan dengan radikalisme. Kalau orang sudah mengenal radikalisme, dia akan mengenal ekstremisme, kekerasan. Dan ketika orang mengenal ekstremisme, orang akan mengenal terorisme," papar Islah Bahrawi.

Terkait buku yang ia tulis, secara keseluruhan materinya lebih menekankan kepada kesadaran-kesadaran kognitif berdasarkan filsafat. Kalau pun ada ayat, tapi sedikit. Cak Is, sapaan akrab Islah Bahrawi mengakui sengaja tidak tempelkan ayat Alquran maupun kutipan hadist supaya diserap banyak orang. 

"Karena sasaran saya intoleransi dan radikalisme di mata saya bukan hanya domain orang Islam. Tetapi domain semua agama, domain semua ideologi, politik, ekonomi maupun budaya," imbuhnya.

Kendati begitu, Cak Is berharap dengan terbitnya buku ini bisa menjadi refleksi pemikiran para pemeluk Agama di Indonesia untuk tetap menjaga persatuan, kesatuan dalam satu ideologi yakni Pancasila.

"Silahhkan memeluk agama apapun, keyakinan apapun. Namun satu hal jangan pernah langgar nilai kemanusiaan agar kita terhindar dari radikalisme," jelasnya. (Nof)


[Ikuti Detak60.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar