Nadiem Sudah Minta Maaf, Muhammadiyah PBNU dan PGRI Tetap Mundur

Nasional,Detak60.com-- Meskipun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarin telah meminta maaf,namun Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma'arif PBNU dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap ngotot mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP).

"Ya, terima kasih sudah minta maaf, ya. Tapi permasalahan kita kan bukan hanya Tanoto dan Sampoerna," ujar Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah Kasiyarno dikutip melalui cnnindonesia.com, Rabu (29/7).

Ia menyatakan pihaknya mundur karena menilai ada beberapa organisasi masyarakat yang lolos POP namun diduga tidak kompeten. Hal tersebut dinilai dari relevansi materi dengan sasaran pelatihan.

Salah satunya, katanya, terkait materi pelatihan berjudul Baby Method English dari Yayasan Nurhidayah yang mendapat alokasi dana hingga Rp20 miliar.

Berdasarkan data peserta lolos evaluasi proposal POP, Yayasan Nurhidayah lolos di kategori Gajah dengan materi pelatihan Baby Method English untuk guru jenjang SMP.

"Yang organisasi abal-abal bisa dapat [kategori] gajah. Enggak memenuhi syarat lah. Seperti halnya Bahasa Inggris untuk bayi itu kan tidak memenuhi syarat. Inggris untuk bayi domainnya bukan di sini, POP kan untuk guru dan kepala sekolah," ungkapnya.

Untuk itu ia menilai Kemendikbud harus mengevaluasi seluruh aspek dari POP, mulai dari konsep awal sampai ketentuan syarat tiap kategori. Dalam  POP ini ada tiga kategori, yakni Kijang dengan dana hingga Rp1 miliar, Macan hingga Rp5 miliar, dan Gajah hingga Rp20 miliar.

Menurut Kasiyarno, pernyataan Nadiem bakal mengevaluasi POP perlu diperjelas. Dalam hal ini, mantan bos Gojek itu perlu menentukan persyaratan peserta POP yang rinci dan mengumumkan hasil evaluasi ke publik.

"[Organisasi] Yang diumumkan kemarin harus dikoreksi dulu. Termasuk sistemnya juga diperbaiki, konsepnya seperti apa, kemudian disosialisasikan ke masyarakat," tuturnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan program pelatihan guru tak perlu melibatkan organisasi masyarakat jika Kemendikbud tidak bisa menentukan persyaratan yang kompeten.

Ia menilai sesungguhnya Lembaga Tenaga Pendidikan Tenaga Keguruan dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran juga mumpuni dalam meningkatkan kompetensi guru.

Organisasi lain yang juga mundur, Perguruan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengharapkan Kemendikbud mengulang kembali rekrutmen POP. Menurut mereka evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh pada program ini.

"Kalau PGRI berharap tahun depan diadakan ulang rekrutmen baru dengan mengedepankan asas keterbukaan, transparansi, dan track record-nya jelas siapa yang dapat," ungkap Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi melalui sambungan telepon.

Menurutnya anggaran POP tahun ini sebaiknya direlokasi untuk membantu pembelajaran jarak jauh dan krisis pendidikan di tengah pandemi. Terlebih karena ia menilai persiapan POP belum matang tahun ini.

Pelatihan guru semacam ini, lanjut Unifah, sebenarnya bukan pertama kali dilakukan pemerintah pusat. Ia bercerita saat kurikulum 2013 dikeluarkan, pemerintah pusat juga melakukan program pelatihan guru.

Namun persiapan yang dilakukan jauh lebih matang. Keterbukaan informasi dalam pelatihan tersebut juga terjamin.

"Kalau dulu diumumkan dengan publik. Orang bisa melamar. Terus daerah diberi kewenangan juga untuk merekrut. Dari segi struktur programnya jauh lebih rigid. Dan ukurannya bisa dilihat gitu," lanjutnya.

Ketua LP Ma'arif NU Arifin Junaidi turut mengapresiasi pernyataan maaf dari Nadiem. Ia pun sesungguhnya menilai POP memiliki konsep yang bagus, jika realisasinya sesuai.

"Tidak ada gunanya permintaan maaf itu kalau tidak diikuti tindakan untuk perbaikan. Masukan sudah diberikan, termasuk dari LP Ma'arif NU diminta masukan. Ya sudah itu direalisasikan," katanya melalui sambungan telepon.

Ia mengatakan pihaknya tidak hanya mempermasalahkan Tanoto Foundation dan Yayasan Putera Sampoerna dalam kisruh POP. Namun konsep POP sendiri, menurutnya, belum matang untuk dijalankan.

Dalam hal ini, katanya, Kemendikbud harus mengevaluasi dan mematangkan konsep POP secara rinci. Termasuk mengundur program hingga tahun depan jika dinilai belum siap.

"Kriteria penerimaannya tidak jelas begitu kok. Macam-macam sekali organisasi penerimanya. Ada perkumpulan pecinta budaya, keluarga alumni, kan enggak jelas kriterianya," lanjutnya.

Arifin mengatakan pihaknya baru mau kembali mengikuti POP jika Nadiem bisa menunjukkan evaluasi yang signifikan dalam beberapa waktu ke depan.

Nadiem telah menyatakan bakal mengevaluasi POP selama sebulan. Evaluasi dilakukan terhadap tiga aspek, yakni sistem seleksi, lembaga yang lolos seleksi, dan efektifitas implementasi pelatihan di tengah pandemi.

Dalam keterangan video, Nadiem juga meminta maaf kepada PGRI, NU, dan PP Muhammadiyah atas kisruh POP. Ia pun menyatakan Tanoto Foundation dan Yayasan Putera Sampoerna bakal membiayai pelatihan dengan dana mandiri.

"Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar ketiga organisasi besar ini bersedia terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna," katanya, Selasa (28/7) lalu.***


[Ikuti Detak60.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar