Tiga Jenderal Polisi Terlibat Skandal Djoko Tjandra, Presiden Harus Turun Tangan

Nasional,Detak60.com-- Kasus sekandal Djoko Tjandra terus bergulir. Ada tiga perwira tinggi Kepolisian RI (Polri) terlibat dalam skandal buronan cessie Bank Bali tersebut. 

Ketiganya adalah Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Widodo. Saat ini Kasus ini sedang dalam penanganan Bareskrim Polri.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai penyidikan kasus ini tidak bisa lagi dilakukan oleh Polri, mengingat Korps Bhayangkara bersifat hierarki. Apabila ada indikasi keterlibatan jenderal yang pangkatnya lebih tinggi dari ketiga perwira yang terlibat, sehingga pengungkapannya dipastikan sulit.

Demikian disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati saat berdiskusi di kanal YouTube Tagar TV, diunggah Senin, 27 Juli 2020.

Sehingga, Kata Asfin sudah seharusnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan. KPK sudah saatnya harus bergerak cepat.

"Karena ada kemungkinan dia akan naik terus. Baik yang sudah (Polri) pensiun misalnya, karena kasusnya sudah lama ya, ataupun yang masih ada. Sebetulnya ada KPK," kata Asfin saat berdiskusi tersebut.

Saat ditanyakan mengenai peluang berlanjutnya konflik cicak vs buaya apabila KPK kembali 'mengacak-acak' institusi Polri, Asfin sesaat hanya melemparkan senyum.

Kemudian dia mengingatkan, Ketua KPK Firli Bahuri pun hingga saat ini tercatat sebagai polisi aktif dan belum bersedia mengundurkan diri. Oleh karena itu Asfin memastikan Firli bakal tunduk kepada atasannya.

"Saya mau mengatakan sebetulnya implisit situasi penegakan hukum saat ini memang di-setting agar kasus-kasus semacam ini tidak akan ke mana-mana, tidak akan pergi terlalu jauh daripada aktor lapangan atau aktor yang sudah kebetulan terlihat dengan kasat mata begitu," katanya.

Jadi, kunci utama kasus ini dipegang oleh Presiden Jokowi. Sebagai pemimpin tertinggi negara, komitmennya sangat ditunggu untuk menaruh perhatian lebih terhadap kasus Djoko Tjandra.

"Kuncinya kepada presiden. Secara teori kan seharusnya seorang penegak hukum independen, tapi secara kenyataannya yang kita tahu itu kan cuma angan-angan belaka. Jadi, bagaimana bisa membuat bintang tiga berani kepada atasannya, ya yang lebih atas lagi, yaitu presiden. Jadi memang kalau tanpa komitmen politik, pemerintah khususnya presiden, dia tidak akan mungkin (kasus terungkap) memang," ucap Asfin.

Sejurus dengan YLBHI, Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) menilai saat ini sudah diperlukan langkah diplomasi Presiden Jokowi untuk melobi Perdana Menteri Malaysia, guna memulangkan buronan kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman meyakini saat ini Djoko Tjandra tengah berada dalam pelariannya di Kuala Lumpur, Malaysia. Dia menilai, 'Joker' di sana aman, lantaran memiliki hubungan erat dan mendapat perlakuan istimewa dari eks Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.

"Maka dibutuhkan peran Presiden RI Paduka Yang Mulia Ir. Joko Widodo untuk melakukan lobi dan diplomasi tingkat tinggi dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyidin Yassin untuk memulangkan Djoko Tjandra ke Indonesia," kata Boyamin dikutip melalui tagar.id akhir pekan kemarin.

Kemudian, Boyamin menyinggung hubungan baik Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyidin Yassin, karena Presiden RI sempat memberikan ucapan selamat atas pelantikan Muhyidin sebagai PM Malaysia.

"Hubungan baik ini semestinya digunakan untuk memulangkan Djoko Tjandra dari Malaysia. Proses pemulangannya akan sulit jika tidak melibatkan diplomasi tingkat tinggi antara Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyidin Yassin," kata dia. 

Skandal kasus pelarian Djoko Tjandra yang melibatkan perwira tinggi Polri ini berawal dari surat jalan untuk buron tersebut yang diterbitkan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Karena terbukti terlibat, Prasetijo dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk keperluan pemeriksaan. Ia bahkan ditahan di ruangan khusus oleh Divisi Propam Polri.

Dari pemeriksaan sementara, Prasetijo disebut membuat surat jalan atas inisiatif sendiri dan melampaui kewenangan karena tidak meminta izin kepada pimpinan.

Prasetijo juga disebut berperan dalam penerbitan surat pemeriksaan Covid-19 dan surat rekomendasi kesehatan untuk Djoko Tjandra.

Dalam kasus ini, dua jenderal Polri lainnya juga telah dimutasi karena melanggar kode etik perihal polemik red notice untuk Djoko Tjandra. Keduanya, yaitu Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo.***


[Ikuti Detak60.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar