Memisahkan Hulu dan Hilir, Berarti Memisahkan Dumai Dari Peta Indonesia

www.duritimes.com

DURI, DETAK60.COM - Di setiap perjuangan, yang paling dibutuhkan adalah kejujuran. Sedang yang diinginkan adalah kesadaran. Dengan kesadaran, tumbuh keberanian. 

Di tengah ribut ribet Blok Rokan, yang makin panas, makin meluas, Ahad (7/2/2021) di Sonaview Hotel, segenap elemen masyarakat kota Dumai, yang dimotori oleh Agoes S. Alam dan kawan-kawan, mengadakan sharing session mendedah nasib kota Dumai pasca Blok Rokan beralih pengelolaan dari Chevron ke Pertamina Hulu Rokan. 

Selama ini Dumai seperti dianaktirikan, terkait industri migas di Riau, meski bukan daerah penghasil (hulu), tapi kota Dumai adalah daerah pengolah (hilir) yang strategis. Hulu tidak akan berarti apa-apa tanpa hilir. Atas dasar itulah, mereka berkumpul, untuk menyuarakan haknya. Menjadi bagian yang tak terpisahkan dari magnet bisnis Blok Rokan. Memisahkan hulu dan hilir, berarti memisahkan Dumai, dari peta Indonesia. 

"Ada gula, ada semut" pepatah kuno ini memang pas untuk menggambarkan tarik-menarik, saling berebutnya para pemangku kepentingan di blok Rokan. Mulai dari entitas bisnis, pemerintah daerah, bahkan lembaga adat. Meski yang diperebutkan itu, membutuhkan modal besar, beresiko tinggi, di tengah beban hutang negara dan pandemi. 

Kalau tidak ada aral, Panja Migas Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (9/2/2021) akan melaksanakan pertemuan dengan sejumlah pihak dari Riau terkait peralihan Blok Rokan. 

Dalam undangan bernomor PW/01216/DPR RI/I/2021 tertanggal 27 Januari 2021, DPR RI mengundang diantaranya, Gubernur Riau, Tokoh Masyarakat Riau, LAM Riau dan yang terkait lainnya, Kepala SKK Migas, Dirut PT Pertamina, Dirut PT PGN Tbk, dan Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). 

Diawali dari undangan ini, meski mulai ada friksi di antara para tokoh masyarakat dan daerah, tapi Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) gerak cepat, menggelar rapat membahas persiapan menjelang mengikuti Rapat Dengar Pendapat di Balai Adat Melayu Riau, Rabu (3/2/2021).

Seperti diketahui LAMR sudah membentuk dua badan usaha milik adat (BUMA) yaitu PT. Negeri Melayu Bermarwah dan PT. Negeri Melayu Bertuah. 

Salah satu alasan mengapa Provinsi Riau dalam hal ini LAMR ingin ikut serta bersama PT Pertamina mengelola Blok Rokan, karena hampir 80 persen wilayah kerja Blok Rokan berada di tanah adat. 

Skema apapun yang ditawarkan, masyarakat Riau jangan kaget bila nanti hanya mendapat "pepesan kosong" yang dikemas cantik, sekelas PI 10% untuk BUMD. 

Dan pemenangnya, tetap entitas bisnis, dengan modal politik di belakangnya, dengan mudah menyebutkan 51%, 39%, atau 10%. Angka-angka yang sepertinya sudah selesai dinegosiasikan, jauh sebelum kontrak ditandatangani. 

Benarkah kata ahli, bisnis migas itu 90% politik, 10% tehnis. ***


[Ikuti Detak60.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar