Tolak PPN Sembako dan Jasa Pendidikan

Senator Edwin Sebut Pajak Sembako dan Pendidikan Harusnya Tidak Diberlakukan

JAKARTA, detak60.com - Pemerintah Republik Indonesia berencana menerapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap produk sembako dan jasa pendidikan, gagasan ini pun sudah tertuang dalam draf 

Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Namun detail bagaimana penerapan memungut pajak untuk dua sektor tersebut hingga hari ini belum jelas petunjuk tekhnisnya. Bahkan pembahasan di Legislatif juga sama sekali belum dimulai.

Seperti yang disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kemenkeu, Neil Madrin Noor, sejatinya Pemerintah tidak akan memberatkan masyarakat dengan rencana pemungutan pajak ini, karena akan mempertimbangkan segala aspek yang ada.

"Untuk jasa pendidikan, pemerintah juga sudah mempertimbangkan segala sesuatunya ketika akan mengambil sebuah kebijakan, terutama yang menyangkut harkat hidup orang banyak, sehingga kebijakan tersebut tidak mungkin akan menyakiti rakyatnya, termasuk terkait jasa pendidikan. Mengenai detailnya belum dapat dijelaskan keseluruhannya karena belum dibahas dengan DPR," kata dia seperti yang dilansir dari detik.com, Jum'at (11/6/21).

Kendati begitu polemik ditengah publik sudah berhembus kencang, terlebih dengan masih sulitnya pemulihan perekonomian secara nasional. Saat ini saja Indonesia pada Triwulan II, III, dan IV 2020
menjadi periode sulit dengan pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 5,32 persen, minus 3,49 persen, dan minus 2,19 persen (year on year). Sehingga diperlukan strategi lokal untuk menjadi salah satu alternatif untuk perekonomian negara.

Lantas apakah strategi memungut pajak menjadi solusi jitu mendongkrak perekonomian negara. Pertanyaan ini timbul dan terus menggelinding. Bila ditarik secara hirarkinya memang pada dasarnya pemungutan pajak merupakan hal yang wajar untuk dilakukan dan asalkan tidak melanggar ketentuan yang ada.

"Akan tetapi menjadi tidak wajar ketika pemungutan pajak tidak sesuai dengan marwah tujuan negara Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa pemajakan atas objek-objek itu mesti memperhitungkan aspek keadilan dan penerapannya juga sebaiknya menunggu ekonomi kita pulih," kata Anggota DPD RI asal Riau, Edwin Pratama Putra, Sabtu (11/6/21).

Ia menambahkan seharusnya fokus utama saat ini sebaiknya bagaimana memulihkan perekonomian terutama bagi pedagang, pelaku usaha mikro-makro, buruh maupun swasta serta rakyat kecil lainnya dimasa pandemi ini.

Namun jika dengan memungut pajak produk sembako, yang dimana perputaran utamanya dimulai dari petani sampai ke pedagang dan tentu berimbas pada nilai jual produk tersebut bagi masyarakat luas tentu bisa kian menambah beban rumah tangga.

Samahalnya juga untuk jasa pendidikan bisa berdampak terhadap kemampuan masyarakat jika kelak dipungut pajak. Para orang tua jelas mesti menambah biaya ekstra untuk pendidikan anaknya yang masih banyak melalui pembelajaran jarak jauh.

Kedua unsur yang akan di pungut bayaran oleh pemerintah itu adalah hal kebutuhan utama bagi masyarakat. Jelas saja mau tidak mau beban hidup harus bertambah ditengah pandemi Covid-19.

"Saya menolak terhadap wacana ini. Karena sekali lagi kita tegaskan, kondisi perekonomian masyarakat belum pulih. Jadi jangan dahulu diberi beban tambahan dengan pemungutan pajak, apalagi sektor sembako dan pendidikan," tegasnya.

RUU KUP yang dimaksud yakni rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan tertuang dalam Pasal 4A. Pasal tersebut menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.

Adapun jasa pendidikan yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan PMK 011 Tahun 2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, antara lain PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, hingga bimbel.

Selain jasa pendidikan, jasa tenaga kerja dan jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri bakal dikenai PPN.

Sedangkan hasil pertambangan dan pengeboran yang dimaksud adalah emas, batu bara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi.

Dalam draf RUU KUP tersebut, pemerintah juga memutuskan untuk menghapus 11 jenis jasa layanan yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN.

Berikut rincian 11 jenis jasa layanan yang akan dikenakan PPN:
1. Jasa pelayanan kesehatan medis
2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi.
6. Jasa pendidikan
7. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
8. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
9. Jasa tenaga kerja
10. Jasa telepon umum dengan menggunakan logam
11. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Sementra PPN untuk Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, yang sebelumnya tidak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.

Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi. (Nof)


[Ikuti Detak60.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar